Merdeka45 News| Karawang – Tradisi sedekah bumi saat ini masih sering di adakan di berbagai daerah khususnya di Kp. Tegal Koneng, Kel. Mekarjati, Kec. Karawang Barat, Tradisi ini adalah bentuk rasa syukur atas hasil panes bagi para petani dan warga.
Hajat Bumi/Sedekah Bumi Kampung Tegal Koneng merupakan acara Rutin Tahunan, tradisi warisan leluhur yang dilaksanakan oleh Warga Tegal Koneng RW 013 Kelurahan Mekarjati yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani.
Meskipun zaman terus berubah, nilai-nilai yang terkandung dalam Hajat Bumi/Sedekah Bumi tetap relevan. Di tengah modernisasi, kita perlu kembali menghargai alam dan memperkuat tali persaudaraan. Hajat Bumi dapat menjadi pengingat akan pentingnya menjaga keseimbangan hidup dan menghormati lingkungan.
Seperti yang di Katakan Ketua Sub Karang Taruna sodara Ahmad Dahlan, Tradisi ini adalah Tradisi rutinan, tradisi Sunda hajat bumi/sedekah bumi juga disebut dengan tradisi ggaruwat bumi yang memiliki arti merawat bumi. Ngaruwat dalam bahasa Sunda berasal dari kata ruwat yang memiliki arti merawat atau menjaga. Sehingga, istilah dari Tradisi Sunda Hajat Bumi/sedekah bumi memiliki arti tradisi yang bertujuan untuk mengajak masyarakat sekitar untuk mengumpulkan hasil bumi.
“Pada hari ini hari selasa tanggal 13 Agustus 2024, telah di laksanakan sedekah bumi lokasi sedekah bumi dilaksanakan di areal pemakaman Leluhur/ Karuhun Kampung Tegal Koneng, dan Alhamdulillah di hadiri juga oleh Pak Lurah Mekarjati Pak Ekky Gilang Pamungkas S.STP, acara ini diadakan dengan tujuan untuk mendo’akan Leluhur/ Karuhun Kampung Tegal Koneng. Disamping hal tersebut kami juga berdo’a dan zikir bersama sebagai bentuk rasa syukur kami atas hasil panen yang didapat pada tahun ini, walaupun hasil yang didapat pada panen tahun ini mayoritas mengalami penurunan dari panen tahun sebelumnya karena terkena wabah hama tikus, akan tetapi tidak mengurangi rasa syukur kami para petani dan warga kampung Tegal Koneng. harapan kami semoga setelah Hajat Bumi/Sedekah Bumi ini hasil panen para petani kedepannya semakin melimpah, ungkapnya.
Seiring berjalannya waktu, sama seperti kebanyakan adat, tradisi, dan budaya, kearifan lokal yang ada di berbagai daerah semakin banyak yang tergerus zaman. Alih-alih mempertahankan kearifan lokal yang sudah turun-temurun dari nenek moyang, banyak anak muda yang menggantinya dengan pandangan-pandangan dari luar yang justru belum tentu ada benarnya atau bahkan hanya akan merusak kearifan lokal yang sudah ada.
Meskipun saat ini kondisi panen fuso semoga para petani Karawang bisa mendapatkan solusi terlebih adanya program pemerintah yang akan mengganti rugi 6 juta per hektare untuk sawah yang gagal panen, dan kedepannya bisa kembali normal dengan hasil panen yang melimpah seperti ikon kota Karawang dulu yaitu kota Lumbung padi.
Jaka